Jumat, 15 Januari 2021

Biografi Syeikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin & Sekilas Tentang Kitab Al Qowaidul Mutsla Fi Shifaatillahi Wa Asmaaihil Husna

 

بسم الله الرحمن الرحيم

Al Qowaidul Mutsla Fi Shifaatillahi Wa Asmaaihil Husna

Biografi Syeikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin & Sekilas Tentang Kitab

v  Nama pengarang kitab

Pengarang kitab ini, adalah seseorang yang tidak asing lagi di telinga para salafiyyin dan ahlussunnah, khususnya thalabul ilm. Beliau adalah Syeikh Muhammad ibn Sholih ibn Utsaimin Al Muqbil Al Wuhaibi At Tamiimi. Kunyah beliau adalah Abu Abdillah.

v  Tempat tanggal lahir

Syeikh Utsaimin dilahirkan di kota Unaizah, salah satu kota diantara kota-kota yang ada di Qosim. Beliau dilahirkan tahun 1347 H pada tanggal 27 Ramadhan, bertepatan dengan 29 Maret 1921 M.

v  Pertumbuhan beliau dan kondisi keluarga

·       Syeikh Utsaimin dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang dikenal dengan istiqomahnya, dikenal dengan kebaikannya di dalam agama.

·       Beliau Rahimahullah, di awal mempelajari ilmu agama adalah belajar dengan sebagian keluarga Beliau.

·       Hali ini menunjukkan bahwa keluarga beliau adalah keluarga yang diliputi dengan ilmu agama, ketaatan, dan ibadah.

·       Beliau belajar dari sebagian keluarga beliau.  Seperti misalnya ia belajar dari kakeknya (dari arah ibu).

·       Kakek beliau (dari arah ibu)  adalah seorang ulama yang bernama Abdurrahman bin Sulayman AAlu Daamikh  -rahimahullah-

·       Beliau (Syeikh Utsaimin) membaca dan menyelesaikan hafalan al quran di tangan kakeknya.

·       Kemudian setelah itu beliau mulai menuntut ilmu, hal ini menunjukkan bahwa ia tidak hanya mencukupkan diri dengan al qurannya.

·        Al Quran adalah dasar ilmu, sumber ilmu, dan ada baiknya seseorang mempelajari al quran sebagai dasar seluruh ilmu sebelum mempelajari ilmu lainnya.

·       Kemudian beliau mempelajari ilmu khot (kaligrafi) bagaimana cara menulis, dan mempelajari beberapa cabang ilmu adab yaitu keindahan bahasa.

v  Sosok beliau (Syeikh Utsaimin)

·       Beliau rahimahullah diberikan rezeki oleh Allah dengan kecerdasan dan juga kesucian hati.

·       Karena sebagian orang hanya diberikan oleh Allah kecerdasan namun tidak diberikan kesucian hati.

·       Hal ini seperti orang-orang Ahlu Kalam, mereka diberikan kecerdasan namun tidak dibrikan kesucian hati.

·       Sebagaimana perkataan ibnu taimiyyah terhadap orang-orang ahlu kalam :

" أنهم أوتوا فهوماً ولم يؤتوا علوماً, وأوتوا ذكاء ولم يؤتوا زكاء"

“Mereka diberikan kemampuan memahami akan tetapi tidak diberi ilmu, dan mereka diberi kecerdasan akan tetapi tidak diberi kesucian (hati).”

·       Dan beliau, Syeikh Utsaimin diberikan oleh Allah berupa kecerdasan dan kesucian hati.

·       Dan beliau juga diberikan oleh Allah Taala, tekad yang membara dan keinginan yang kuat dalam mendapatkan ilmu agama.

·       Sehingga beliau bersama dengan yang lain memenuhi majelis-majelis ulama  di zaman beliau.

·       Termasuk diantaranya adalah, diantara guru yang beliau pernah belajar darinya  Salah seorang guru beliau adalah Syeikh Abdurrahman Bin Nashir As Sa’diy.

v  Guru Beliau (Syeikh Abdurrahman Bin Nashir As Sa’diy)

·       Adalah salah seorang mufassir  (ahli tafsir)

·       Diantara kitab tafsir karangan beliau yang terkenal adalah Taisir Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan (atau sekarang dikenal dengan nama Tafsir As Sa’diy)

·       Beliau adalah salah seorang guru Syeikh Utsaimin.

·       Syeikh Abdurrahman As- Sa’diy  juga seorang ahli fikih, beliau memiliki banyak perhatian yang besar tentang ilmu fikih. Sehingga hal ini memiliki pengaruh terhadap muridnya yaitu Syeikh Utsaimin.

·       Dahulu Syeikh Abdurrahman As Sa’diy mengangkat dua diantara murid-muridnya untuk mengajarkan ilmu kepada anak-anak kecil.

·       Dua orang tersebut adalah Syeikh Ali As Shalihi dan Syeikh Muhammad bin Abdul Aziz Al Muthawa.

·       Sehingga  Syeikh Utsaimin yang saat itu masih kecil belajar dengan keduanya (Syeikh Ali As Shalihi dan Syeikh Muhammad bin Abdul Aziz Al Muthawa).

v  Perjalanan beliau dalam menuntut ilmu

·       Diantara kitab yang beliau baca dan pelajari di awal ia belajar agama adalah :

ü  Ilmu Akidah : “Mukhtasor Al Aqiidah Al Washitiyyah” yang ditulis oleh syeikh Abdurrahman as sadiy sendiri.

ü  Ilmu Fikih :  “Minhaajussalikin Fiil Fikih” ditulis oleh syeikh Abdurrahman As Sa’diy.

ü  Ilmu Bahasa Arab : “Al-Aajuruumiyah” dan kitab “Alfiyah ibni malik”

·       Rihlah menuntut ilmu

ü  Kemana saja beliau berpergian dalam menuntut ilmu? Beliau tidak seperti ulama yang lain, yang diberi kemudahan untuk pergi ke daerah-darerah dan negara-negara yang banyak, yang mampu rihlah ke berbagai negeri.

ü  Dikisahkan bahwa beliau hanya rihlah ke Riyadh saja, ketika dibuka di sana beberapa sekolah, akhirnya beliau mendaftar ke salah satu sekolah tersebut.

ü  Tapi inilah yang disebut dengan :

)ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ(

(Demikianlah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki; dan Allah memiliki karunia yang besar). Al-Jumuah ayat 4.

ü  Beliau belajaranya tidak seperti ulama yang lain, tidak rihlah (pergi) ke daerah daerah.

ü  Tapi dia punya kesungguhan, kemudian ia berdoa, dan dengan keikhlasan yang ia miliki akhirnya Allah mengangkat keilmuan beliau di atas yang lain.

ü  Beliau hanya belajar di Riyadh kepada ulama ulama yang ada disana, namun Allah angkat derajatnya sehingga bisa menjadi ulama sukses seperti ulama-ulama lainnya.

ü  Hikmah yang dapat dipetik :

§  Jangan sampai seseorang tertipu oleh syaithan, diberi kesempatan untuk pergi kesana kemari,  tapi ia lalaikan dan habislah waktunya untuk hal yang sia-sia,  dan ia tidak pernah memanfaatkan kesempatannya untuk belajar dengan para asatidzah yang ada di sekitarnya.

§  Terkadang ada orang yang mendapati keterbatasan dalam dirinya, namun dengan keterbatasan yang ada, ia mampu bersungguh-sungguh dan ikhlas karena Allah Taala, sehingga Allah angkat derajatnya.

§  Allah lah yang mengangkat derajat sesorang, kalau ia bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, ia beradab dalam menuntut ilmu, maka Allah mudahkan ia untuk mendapatan ilmu walau hanya dengan memanfaatkan lingkungan sekitarnya.

§  Namun kalau dimudahkan nantinya diberikan untuk bertemu masyaikh alhamdulillah, namun kalau belum diberi kesempatan untuk bertemu masyaikh juga tidak mengapa, yang terpenting ia sudah menggunakan waktunya sebaik mungkin, memanfaatkan waktunya dengan apa yang ada di sekitarnya.

§  Jangan sampai seseorang terfitnah dengan berbagai macam fitnah, baik fitnah dunia, fitnah jabatan, dan fitnah lainnya.  

§  Jangan sampai seseorang disibukkan dengan perkara perkara duniawi sehingga ketika dia pulang ke Indonesia orang-orang tidak mengambil ilmu darinya.

§  Ia tenggelam begitu saja bersama orang orang yang tenggelam.

§  Dan hal ini berbeda dengan orang-orang yang menyibukkan waktunya untuk ilmu, maka ketika ia kembali ke negaranya, orang-orang akan mengambil manfaat dari ilmunya.

v  Syeikh Utsaimin ditunjuk menjadi imam masjid

·       Setelah meninggalnya Syeikh Abdurrahman As Sa’diy di Unaizah pada tahun 1376 H, saat itu umur beliau (Syeikh Abdurrahman As Sa’diy ) 69 tahun.

·       Maka sebagian masyayikh saat itu ditunjuk menjadi imam di masjid yang diberi nama  “Masjid Jami Al Kabir” di Unaizah.

·       Namun itu tidak berlangsung lama, sampai akhirnya ditunjuklah Syeikh Utsaimin untuk menjadi imam di masjid tersebut.

·       Dan akhirnya Syeikh Utsaimin menggantikan gurunya Syeikh Sa’diy mengajar di masjid tersebut.

·       Kemudian banyak yang belajar dengan beliau, termasuk asatidzah di Indonesia ada yang belajar langsung dengan Syeikh Utsaimin pada saat itu.

·       Syeikh Utsaimin mulai menulis kitab pada tahun 1382 H, pada saat itu umur beliau 32 tahun.

·       Kitab pertama yang beliau tulis adalah, ringkasan kitab syeikhul islam ibnu taimiyyah “Ar-Risalah Al-Hamawiyyah Fi al-’Aqidah” dan beliau beri nama kitab tersebut “Fath Rabb al-Bariyyah Bi Talkhish al-Hamawiyyah”

v  Syeikh Utsaimin di Riyadh

·       Ketika beliau berada di Riyadh, beliau belajar dari Syeikh Bin Baz (seorang mufti’ Saudi Arabiyyah).

·       Beliau membaca shahih bukhari dihadapan beliau (Syeikh Bin Baz ) dan beberapa kitab karangan syeikhul islam ibnu taimiyyah dan beberapa kitab fikih.

·       Pada saat itu gurunya yang lain, Syeikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syeikh (yang tengah menjabat menjadi mufti’ Saudi Arabiyyah) pada saat itu, menawarkan Syeikh Utsaimin untuk menjadi qadhi’ (hakim) namun syeikh utsaimin menolak dan sangat menolak dan berusaha untuk tidak menjadi seorang hakim, karena beliau ingin menyibukkan dirinya dengan ilmu saja. Akhirnya beliau dimaafkan untuk tidak menjadi hakim.

·       Dan ini yang dilakukan oleh beberapa ulama, yang menolak jabatan karena bisa jadi ia merasa bahwasannya bila menerima jabatan itu khawatir dirinya lemah maka mereka berusaha menjauhi jabatan-jabatan dan kedudukan-kedudukan tersebut.

·       Hal ini tidak diharamkan, karena masing-masing lebih mengethaui dirinya.

·       Ada diantara para ulama yang menjabat menjadi qadhiy (hakim), dan mereka juga tidak kalah luar biasa, mereka menulis, kemudian mengajar, kemudian juga menjadi seorang hakim. Seperti Al Hafidz Ibnu Hajar.

·       Dan ini fadhlullah yutiihi may yasyaa, dan masing-masing dari mereka (para ulama) memiliki kelebihan.

v  Guru-guru Syeikh Utsaimin lainnya

·       Syeikh Muhammad Al Amiin Asyinqithiy (pengarang kitab Adwa Al-Bayan fi Idhah Al-Qur’an bil Quran), beliau adalah seorang ulama Madinah yang didatangkan ke Riyadh.

·       Guru di masa kecilnya : Syeikh Ali Bin Hamid As Shaalihi dan Seyikh Muhammad Bin Abdul Aziz Al Muthawwa. Dan dari keduanya kita bisa mengambil hikmah bahwa : Jangan malu untuk mengajar anak-anak kecil, karena mungkin saja di masa kecil ia hanya seorang anak kecil, namun beberapa tahun kemudian ia yang akan menjadi ulama besar dan ilmunya bermanfaat bagi banyak orang.

·       Guru Al Quran beliau : kakeknya Abdurrahman bin Sulayman AAlu Daamikh  -rahimahullah-

·       Syeikh Abdurrrahman Bin Ali Bin Audan

v  Murid-murid Syeikh Utsaimin

·       Murid-murid beliau terlalu banyak untuk disebutkan.

·        Disebutkan oleh muridnya : Yang menghadiri majelis beliau kurang lebih 500 orang. Yang menjadi murid dan duduk bersama beliau, dan masing-masing muridnya memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

v  Manhaj Syeikh Utsaimin

·       Diantara manhaj beliau di dalam mengajar : Syeikh Al Utsaimin Rahimahullahu Taala, memiliki ilmu yang mana beliau berjalan dan praktek di atasnya.

·       Perkataan beliau :

"لقد تأثرت كثيرًا بشيخي عبد الرحمن السعدي في طريقة التدريس، وعرض العلم، وتقريبه للطلبة بالأمثلة والمعاني"

 Artinya : “Aku banyak terkesan dan terpengaruh dengan guruku syeikh Abdurrahman As Sa’diy di dalam metode mengajar, dan menyampaikan ilmu, dan di dalam mendekatkan ilmu kepada murid-muridnya dengan memberikan contoh dan makna dalam mengajar. Demikian halnya aku terkesan kepada beliau dari sisi akhlaknya. Karena beliau mempunya akhlak yang mulia dan kedudukan yang tinggi dalam hal ilmu serta ibadah. Terkadang beliau bercanda dengan anak kecil dan tertawa bersama orang-orang dewasa. Beliau termasuk orang yang paling baik akhlaknya yang pernah aku lihat.”

·       Diantara hikmah : yakni pentingnya mulazzamah dengan seorang guru, karena dengan lamanya mujalasah (duduk dan menuntut ilmu) kita bersama guru, maka kita akan terpengaruh dan mengetahui bagaimana cara mengajar yang baik.

·       Seperti Syeikh Abdurrazaq juga memiliki perhatian yang besar kepada Syeikh Sa’diy , juga sangat terpengaruh dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim Al Jauziyah -semoga Allah merahmati keduanya-.

·       Manhaj yang digunakan oleh Syeikh  berbeda dengan ulama-ulama Saudi lainnya, karena mereka adalah ulama Najd yang madzhab mereka adalah Hanbaliy.

·       Dan Syeikh Sa’diy ini adalah yang termasuk keluar dari madzhabnya (madzhab hanbaliy).

·       Beliau berusaha kembali kepada dalil yang paling dekat dengan Al Quran dan As Sunnah.

·       Dan banyak mengambil pendapat-pendapat yang diambil oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim Al Jauziyah.

·       Dan Syeikh Utsaimin sangat terpengaruh degan apa yang dilakukan oleh Syeikh Sa’diy, sehingga kita temukan beliau kerap kali di dalam fatwa-fatwanya berbeda dengan ulama ulama madzhab hanbaliy lainnya.

v  Salah satu perkataan beliau

·       Kalau kita benar-benar ingin menuntut ilmu, maka memilih kitab yang ringkas, kemudian menghafalnya.

·       “Kami menghafal sedikit dan membaca banyak” dan faedah yang kami dapatkan dari bacaan kami lebih sedikit dibanding yang kami hafal.

v  Karangan beliau

·       Diantara karangan beliau, jumlahnya kurang lebih 55 kitab, beliau mensyarah qawaidul arba dan juga kitab tauhid, dan lain-lain.

·       Dan diantara keistimewaan karangan beliau adalah bahasan dan penjelasan yang digunakan sangat mudah dipahami.

v  Akhir hidup beliau

·       Beliau wafat pada tahun 1421 H bertepatan dengan tahun 2001 M.

·       Di bulan syawal tanggal 15.

·       Dan di tahun wafatnya, 10 hari di bulan Ramadhan beliau menyempatkan diri untuk i’tikaf di masjid nabawi dalam keadaan sakit

·       Dan pada saat itu beliau masih menyempatkan diri untuk mengajar.

·       Di bulan syawalnya beliau meninggal.

 

Tentang kitab Qawaidul Mutsla Fii Sifaatillah Wa Asmaaihil Husna

v  Al Mutsla : ism tafdhil adalah ta’nis dari amtsal. Artiny : Yang paling penting.

v  Artinya Qawaidul Mutsla Fii SIfaatillah Wa Asmaaihil Husna : Kaidah-kaidah yang paling penting di dalam sifat-sifat dan nama-nama Allah yang husna.

v  Isi kitab :

·       Didalam kitab ini beliau menyampaikan kaidah para salaf di dalam nama Allah dan sifat Allah.

·       Di dalam kitab ini kita belajar nama dan sifat Allah, namun pembahasan kitab ini  lebih tafshil (rinci) dari kitab yang telah kita pelajari sebelumnya.

·       Dan juga disebutkan oleh beliau di dalam kitab ini bagaimana membantah orang-orang yang menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk.

·       Secara global beliau akan menyampaikan :

1.      Kaedah-kaedah yang berkaitan dengan nama Allah (7 Kaedah)

2.      Kaedah-kaedah yang berkaitan dengan sifat Allah (7 Kaedah)

3.      Kaedah dalam mengambil dalil-dalil mengenai sifat dan nama Allah (4 kaedah)

·       Dan ada beberapa ulama yang memberikan ta’liq dan mensyarh kitab ini, termasuk Syeikh Utsaimin sendiri juga mensyarh (menjelaskan) matan kitab ini.

·       Bahkan ada seorang Bahitsah (penulis resume perempuan atau semacamnya) yang menulis taliq tentang kitab ini, beliau adalah Kamilah Al Kawaaniy (atau DR. Kamilah Al Kiwari). Deliau mensyarah kitab qawaidul mutsla, beliau memberi judul “Al Mujalla Fii Syarh Al Qawaaidul Mutsla Fii……”

والله تعالى أعلم بالصّوّاب

Catatan Mulazzamah bersama Al Ustadz Abdullah Roy Hafidzhahullahu Ta’aala.

*Bila ada yang keliru bisa disampaikan melalui chat di kolom komentar. Baarakallahu fiikum.

Rabu, 13 Januari 2021

"Ia tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam.."

Kenalkah kita dengan seseorang yang Allah berikan kesempatan berbeda dengan ulama lainnya?

Ia tidak banyak bersafar untuk menuntut ilmu,  sebagaimana ulama-ulama besar lainnya. Tapi Allah karuniakan kepadanya kecerdasan dan kesucian hati. Ia hanya belajar di daerah Qasim tanah kelahirannya,  serta menamatkan hafalan al quran di hadapan sang kakek. Kemudian berguru dengan ulama di kotanya, seperti Syeikh Abdurrahman bin Nashir as Sa'di dan murid-muridnya semenjak kecil. Memulai pendidikan dengan belajar akidah dan ilmu-ilmu lainnya hingga kemudian Ia tumbuh  menjadi ulama besar yang sampai hari ini walaupun telah tiada,  Allah berikan keberkahan besar pada dirinya dan juga ilmunya.  Kita bisa lihat berapa banyak  kitab-kitab yang beliau tinggalkan kemudian dibaca dan dijadikan rujukan di seluruh penjuru dunia. Belum lagi fatwa-fatwanya banyak diambil oleh para ulama dan thalabul 'ilm hari ini. Beliau seseorang yang memilih menjadi ulama saja tanpa menjabat sebagai hakim, karena khawatir menjadi lemah akan jabatan itu. 

Tahukah kita siapa beliau?
Beliau, adalah ulama umat ini,  guru dari para ulama-ulama hari ini. Sampai dikatakan,  bahwa muridnya terlalu banyak bila disebutkan satu persatu. Tapi coba kita tanyakan kepada ulama-ulama yang masih hidup sampai hari ini "siapa guru mereka?" Maka kebanyakan dari mereka akan menjawab salah satu guru mereka adalah beliau. 
Siapakah beliau?
Beliau adalah Syeikh Muhammad bin Shalih bin Muhammad Al Utsaimin -rahimahullahu ta'aala-. 
Banyak sekali pelajaran yang bisa kita petik dari biografi kehidupannya. 
Dan salah satu hal yang menggugah hati ini adalah, ketika mengetahui bahwa beliau hanya menuntut ilmu dari "orang-orang di sekitarnya. Ya, memanfaatkan keterbatasan dan tetap bersemangat dalam menuntut ilmu."
Ia belum diberikan kesempatan seperti ulama besar lainnya untuk bersafar menuntut ilmu ke penjuru negeri, ia tidak diberi kesempatan safar ke Damaskus atau ke Baghdad atau ke kota-kota lainnya yang pada saat itu terdapat banyak ulama-ulama besar hidup di sana. Beliau hanya memanfaatkan guru-guru yang Allah berikan di sekitarnya. 

Dan Inilah yang seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi kita.
Kita yang suka berkhayal,  "Ana ingin kuliah di kota A karena itu adalah kotanya para ulama." 
Atau "kalau ana gak masuk universitas B ana gak mau kuliah."  
Atau "ah, Ana gak mau masuk kuliah itu,  letaknya di Indonesia. Gak sebagus universitas-universitas timur tengah lainnya." 

Wahai diri,
Kalau seandainya engkau diberi kesempatan melanjutkan pendidikan ke tempat-tempat terbaik maka itu adalah nikmat yang patut disyukuri, Alhamdulillah Allah memberikanmu kesempatan yang luar biasa, jangan pernah kau sia-siakan. Karena engkau akan menemukan dirimu dekat dengan tempat tinggalnya para ulama.
Tapi apakah mereka yang belum mendapat kesempatan sepertimu termasuk dari orang-orang yang terbelakang? Apakah universitas atau halaqah-halaqah ustadz-ustadz kita di dalam negeri ini menjadikan mereka lebih sedikit mendapatkan ilmu?
Jawabannya adalah belum tentu. Lihatlah bagaimana syeikh utsaimin,  dengan keterbatasan yang ia miliki, tak membuatnya sedikit mendapatkan ilmu.  Justru sebaliknya,  dengan izin Allah dan fadhlillah beliau menjadi salah satu ulama yang kitab dan fatwanya banyak menjadi rujukan ulama-ulama hari ini. Maka sungguh yang dibutuhkan bukan hanya soal tempat yang bagus, namun yang lebih utama adalah kecerdasan dan kesucian hati yang perlu dipertebal.   Rabb kita telah berfirman bahwa :
(ذَ ٰ⁠لِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ یُؤۡتِیهِ مَن یَشَاۤءُۚ وَٱللَّهُ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِیمِ)
"Demikianlah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memiliki karunia yang besar." [Surat Al-Jumu'ah 4]

Kalau kita ingin mendapatkan ilmu yang bermanfaat, maka mintalah itu semua kepada Allah. Karena yang kita butuhkan adalah fadlullah (karunia Allah), yang kita butuhkan adalah keridhaan Allah atas ilmu kita. Sehingga kelak ilmu itu bisa menjadi keberkahan bagi diri kita bahkan orang lain.
Syeikh utsaimin dengan segala keterbatasannya diceritakan bahwa beliau senantiasa berdoa kepada Allah,  belajar dengan tekun,  beradab terhadap ilmu,  dan mengikhlaskan niatnya hanya mengharap ridha Allah. Maka Allah angkat derajat beliau dan ilmu beliau di dunia ini. Lihatlah, bukankah ini adalah fadhlullah yang Allah berikan kepada siapa yang ia kehendaki ? 

Sayangnya, pada hari ini, betapa banyak kita mendapati penuntut ilmu-penuntut ilmu yang diberikan kesempatan safar (melakukan perjalanan jauh) demi memperoleh ilmu, justru mereka sia-siakan kesempatan berharga itu. Mereka justru sibuk dengan derajat di dunia,  mencari kekayaan, mencari kemasyhuran, terjerembab kepada kesenangan dunia hingga mereka lupa tujuan awal mereka adalah untuk "menuntut ilmu".
Sehingga ketika mereka kembali ke negerinya, "mereka tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam". Tidak bisa membagi ilmunya dengan orang lain,  dan gelar yang ia miliki hanya sekedar sematan di akhir namanya. Tapi ilmunya,  tak bisa diwariskan kepada orang-orang yang sesungguhnya sudah menunggu kepulangannya. 

Inilah fenomenanya wahai penuntut ilmu..
Apa yang kita kerjakan di saat menuntut ilmu hari ini, kelak akan terlihat hasilnya di masa yang akan datang. 
Mereka yang senantiasa mendengarkan guru,  menghafal ilmu,  mengulang ilmu,  mengamalkan ilmu,  mengikhlaskan niat hanya mengharap ridha Allah maka akan terlahir dengan keberkahan ilmu pada dirinya. 
Tapi mereka yang lebih sering mengabaikan ilmu bahkan meremehkan guru,  malas menghafal,  abai dalam mengulang pelajaran,  abai dalam mengamalkan ilmu,  lebih senang hangout dengan teman-temannya di mall dibandingkan duduk di majelis ilmu,  kemudian tersibukan dengan hal duniawi lainnya,  maka sungguh mereka hanya akan sekedar tenggelam bersama mereka-mereka yang tenggelam. Beberapa tahun merantau dengan niat menuntut ilmu, justru sia-sia  karena dirinya sendiri yang menyia nyiakan. 

Maka ini peringatan untuk diriku,  dan untuk siapapun yang tengah berthalabul 'ilm. 
Apa yang kita tanam hari ini,  kelak akan menjadi buah yang akan kita petik kemudian.
Seandainya dari proses menanamnya saja sudah "kurang niat" atau "malas-malasan",  yakinkah kita bahwa ia akan tumbuh menjadi buah-buah yang berkualitas?
Apa jadinya bila kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di tempat yang baik disia-siakan begitu saja?
Apa jadinya bila kesempatan untuk menuntut ilmu di negeri sebrang di sia-siakan begitu saja?
Sudah mengeluarkan harta yang banyak, waktu yang banyak, kemudian harus merantau jauh dari orangtua dan keluarga. Lalu ketika kembali  justru ia dan ilmunya tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam.
Sungguh relakah kita tenggelam bersama mereka yang tenggalam?
Naudzubillah min dzaalik.

Kita memohon kepada Allah agar senantiasa menjadikan kita termasuk dari orang-orang yang ia kehendaki mendapatkan keberkahan pada ilmu dan juga amalan kita. 

Wallahu A'lam Bis Shawwab.
29 Oktober 2020
Sebuah hikmah yang di tulis dari muqoddimah mulaazamah kitab al qawaidul mutsla fii Asmaaillahi wa sifaatillahil 'ulyaa li Syeikh Utsaimin hafidzhahullahu ta'aala bersama Al Ustadz Abdullah Roy hafidzhahullahu Ta'aala.

Selasa, 12 Januari 2021

"اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا ، و اعمل لأخرتك كأنك تموت غدا"



"Kerjakanlah amalanmu di dunia seakan-akan kamu akan tinggal selamanya,  dan kerjakanlah amalan akhiratmu seakan-akan kamu akan kembali (ke sisi Allah Taala) esok."

Camkan bahwa mungkin malaikat maut sedang menunggu waktu mencabut nyawamu.
Camkan bahwa mungkin sholatmu hari ini bisa jadi menjadi sholat terakhirmu.
Camkan bahwa mungkin perjumpaanmu dengan orang yang kamu sayangi  bisa menjadi pertemuan terakhir.
Lalu,  sudah seberapa banyak bekal akhiratmu?

Kalau kita merasa bahwa hidup di dunia ini selama-lamanya maka segala list mimpi (keduniaan) akan kita abaikan sementara, "toh bakal hidup selama-lamanya."
Setidaknya "amalan akhirat" yang  kerap kali kita abaikan, akan sebaliknya yakni kita lakukan setaat dan sesempurna mungkin,  karena ini akan menjadi titik akhir perjuangan mengumpulkan bekal akhirat. 

Sayangnya kita sering lupa,  dan harus selalu diingatkan.
Kita sibuk wara wiri di dunia,  meraih penghargaan ini,  meraih gelar itu,  mengerjakan tugas organisasi ini,  dan lain-lain. Sehingga hal tersebut membuat kita lupa,  bahwa ada "Bekal akhirat" yang menunggu untuk dipenuhi dan disiapkan.

Bukankah kita tau bahwa untuk melakukan perjalanan panjang  butuh banyak bekal?
Dunia ini adalah setengah dari awal perjalanan kita,  kalau di dunia kita sudah abai dari "mencari bekal akhirat" besok ketika sampai di destinasi berikutnya, yaitu "alam kubur" apa yang mau dipertaruhkan ?
Mau bagaimana cara kita bertahan?

Belum lagi destinasi setelah itu masih banyak,  ada hari kiamat,  hari  kebangkitan,  hari berkumpul di padang mahsyar,  hari perhitungan,  hari penimbangan, jembatan shiratul mustaqim. Sebanyak apa bekal yang sudah kamu siapkan untuk melalui itu semua,  sampai terhadap sholat lima waktumu saja masih sering terabaikan? sampai untuk bersedekah saja berpikir panjang (karena takut kehabisan uang) ?

Mungkin kalimat di atas perlu kita tegaskan pada masing-masing diri,  kalau perlu kita tulis besar-besar di kamar.
"Esok bisa jadi malaikat mencabut nyawamu!"
 Agar ketika dunia ini tengah mengalihkan pikiranmu akan akhirat,  kita segera ingat bahwa dunia ini hanya persinggahan sementara. Ibarat perjalanan menuju Surabaya dari Jakarta,  maka kita baru sampai di rest area pertama, dan  perjalanan  masih amat jauh. 

Maka perbekalan pun harus diisi sebanyak mungkin, agar selamat sampai tujuan terindah,  yakni Syurganya Allah.
Teruntuk diri,  yuk perbaiki kekhusyukan shalat !
Teruntuk diri,  yuk perbaiki keikhlasan bershadaqah !
Teruntuk diri,  yuk perbaiki akhlak,  jauhi rasa egois dan amarah tinggi!
Teruntuk diri,  yuk perbanyak doa dan dzikir kepadaNya !
Teruntuk diri,  stop dulu yuk mengurusi urusan dunia yang tak ada ujungnya,  dan mulai berbenah diri akan persiapan menuju akhirat.

Karena kenyataannya dunia ini hanya sementara.
Buat apa kita mencari banyak kenikmatan dunia sampai-sampai menimbunnya,  kalau pada akhirnya yang kita butuhkan hanya satu,  yakni amalan baik.

Imam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- pernah mengatakan : "Tidaklah ia dapat melihat kenikmatan akhirat kecuali ia telah melihat kenikmatan dunia terlebih dahulu."

Benar,  kita boleh menikmati dunia ini,  tapi secukupnya. Karena terkadang kalau dunia ini tidak dibatasi,  khawatir diri kita melampaui batas dan jatuh terlena.
Hakekat nikmat yang harus kita rasakan adalah kala harta, pekerjaan,  dan kedudukan dunia menjadikan wasilah dalam mengumpulkan bekal akhirat.

Kedudukan, harta, pekerjaan tak ada satupun yang dapat berguna di akhirat kelak..
Kecuali hal tersebut yang telah berbentuk dalam amalan baik (contoh : selama di dunia ia gunakan hartanya untuk bersedekah,  selama bekerja di dunia ia tepati amanah pekerjannya tidak keluar di waktu jam kerja,  kedudukannya ia gunakan seadil mungkin bukan untuk berbuat curang)

Teman dan orang-orang yang sangat menyayangi kitapun esok sibuk mengurusi pertanggung jawabannya masing-masing.

Lalu apa yang kau agung-agungkan dari dunia yang hanya sebagai persinggahan mencari bekal akhirat semata?
Wallahu A'lam.

#Muhasabah diri
1, Maret 2020
@beakhoirperson
-Bintu Haris.