Selasa, 17 November 2020

"Mengapa Aku Harus Cerdas?"


Saudariku tahukah engkau dengan kisah empat saudara yang wafat di medan peperangan?
Saudariku tahukah engkau dengan kisah Amiirul Mukminin Fiil Hadits, Sufyan Ats Tsaury?
Saudariku tahukah engkau dengan kisah salah satu Aimmah Fii Madzaahibil Arbaah,  Imam Syafiiy?
Saudariku tahukah engkau dengan kisah salah satu Aimmah Fii Madzaahibil Arbaah, Imam Ahmad Bin Hanbal?
Saudariku tahukah engkau dengan kisah Imam Muhadditsin terbaik umat ini,  Imam Bukhori?
Saudariku tahukah engkau dengan kisah salah satu Imam Mujaddid terbaik abad ini,  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah?
Saudariku tahukah engkau dengan kisah salah seorang ulama dan qadhiy terbaik umat ini Imam Ibnu Hajar Al Asqalani ?
Saudariku tahukah engkau dengan kisah penguasa Andalusia,  Abdurrahman bin An Nashir ?
Saudariku tahukah engkau dengan kisah penakluk konstatinopel,  Muhammad Al Fatih ?

Mereka adalah sebagian dari ulama, imam,  dan pemimpin umat ini.
Kesuksesan mereka sudah termaktub dalam catatan sejarah.
Ketauladanan serta warisan ilmu yang mereka tinggalkan adalah bukti nyata bahwa mereka layak untuk dijadikan tauladan setelah tauladan utama umat ini Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu 'anhum. 

Pertanyaannya, tahukah kalian siapa sosok di balik orang-orang hebat ini?
Ia adalah sosok hebat bernama ibu.
Sebagian mereka tumbuh dalam keadaan yatim,  sehingga ibu-ibu merekalah yang berjuang untuk mengawal pertumbuhan mereka. 
Perjuangan ibu mereka bukan hanya soal pendidikan,  tapi juga dalam menanamkan akhlak serta kecintaan pada Allah yang akhirnya menjadikan mereka luar biasa. 

Benar perkataan yang mengatakan bahwa "ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya." 
Maka sungguh, seluruh wanita di dunia ini harus mengingat sepenggal kata ini dengan baik.
Wanita adalah calon ibu,  dan ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya.
Generasi masa depan adalah menjadi tanggung jawab para calon ibu hari ini.
Maka wahai saudariku muslimah..
Bergegaslah untuk mencerdaskan dirimu,  sebelum kelak kau akan mengemban amanah untuk mencerdaskan anak-anakmu.

Wallahu A'lam Bis Shawwab
Baca selengkapnya kisah "ibunda para ulama" di www.kisahmuslim.com

"Dari Hati Untuk Hati"


Teruntuk hati,  melembutlah sejenak dan renungi tiap baris pertanyaannya.

Kalau engkau kembali ke beberapa tahun silam,   siapa orang yang paling bahagia mendengar kelahiranmu?

Kalau memorimu dibawa ke ruang masa kecil, maka hal pertama apa yang mampu kau lakukan setelah Allah menggiringmu ke fase balita dari seorang bayi merah?

Kalau memorimu dibawa ke ruang masa kanak-kanak, maka kenangan manis apa yang sampai hari ini masih membuat dirimu tersenyum?

Kalau memorimu dibawa ke ruang masa remaja,  maka sudah seberapa jauh pengetahuanmu kala itu?

Kalau memorimu dibawa ke ruang masa dewasa,  maka sudah berapa banyak pengorbanan yang telah kau lalui untuk dirimu dan orang lain?

Semua pertanyaan ini,  bukan untuk menilai seberapa hebat dirimu hari ini. Atau bukan pula untuk menilai seberapa berhasilnya dirimu hari ini. 

Melainkan pertanyaan-pertanyaannya agar engkau setidaknya bisa menyadari dan mensyukuri.

Menyadari sudah banyak sekali waktu yang Allah titipkan untuk dirimu,  serta mensyukuri seberapa banyak nikmat yang telah Allah titipkan kepadamu.

Wahai hati, sebagaimana dikatakan bahwa iman saja naik dan turun. Maka tentulah ketaqwaan kita dalam berjalan di atas muka bumi ini juga butuh proses yang bergelombang untuk melaluinya.

Sekarang biarkanlah sepenggal kisah masa lalu menjadi pelajaran untuk sisa perjalanan kita di dunia yang singkat ini. Karena masih ada masa kini yang harus dipertanggungjawabkan. Atau bahkan masa depan yang masih perlu diperjuangkan. 

Maka,  lewatilah tiap fasenya dengan jejak terbaik. Sebagaimana semua orang menyambut kelahiranmu dengan bahagia,  maukah engkau berjuang agar orang-orang kelak mengantarkanmu ke persinggahan terakhir dengan bahagia pula?

Ruang waktu,  nikmat kehidupan, dan jendela kematian. Semua itu akan dilalui oleh setiap insan, dan berbahagialah untuk setiap langkah yang akan kau pilih. Jangan lengah dan salah langkah. Agar Jannah kelak menjadi tempat persinggahan kekalmu.

Ya Allah, Kami momohon keteguhan hati untuk tetap berada di jalan lurusMu.

"Lurus saja, tak perlu memikirkan yang belum terjadi."

"Lurus saja,  jangan memikirkan yang belum terjadi."
Sebuah nasehat dari Syeikha Aisyah Ali Murshid hafidzhahullahu ta'aala.

Bunayyatiy, Di hadapanmu kini ada ibadah yang menunggu untuk dikerjakan.
Sholat, maka ia yang pertama kali akan dihisab (diperhitungkan) oleh Allah Taala. Kemudian,  puasa,  zakat,   haji,  dll.
Berjalanlah lurus ke depan,  ibaratnya kamu sedang berada di sebuah jalan.. Maka kamu tak perlu belok ke kanan atau belok ke kiri.

Ambil setiap pahala di jalan tersebut.
Ibadah yang wajib pastinya (sholat lima waktu,  puasa ramadhan,  zakat fitrah,  berhaji -bila mampu-).
Kemudian ibadah yang sunnah (shalat sunnah rawatib,  sunnah witir,  sunnah qiyamul lail,  sunnah dhuha, puasa senin-kamis,  puasa ayamul bidh, puasa daud,  sedekah, mengerjakan ibadah umrah, dll.)

Janganlah kamu memikirkan hal-hal lain, seperti..
"Kapan jadi orang suksesnya ya?"
"Kapan bisa kerja dan punya uang sendiri ya?"
"Kapan nikah ya?"
"Kapan dikaruniai anak ya?"
"Kapan travelling keliling dunia ya?"
"Kapan bisa ambil S2? kapan bisa ambil S3?"
dan masih banyak angan-angan lainnya.
Yang justru tanpa engkau sadari menghambat jalan lurus kita menuju tujuan akhir.

Apa sih tujuan kita hidup di dunia ini?
Bukankah Allah telah berkata :
 (وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِیَعۡبُدُونِ)
"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manuasia kecuali untuk beribadah kepadaku" [Surat Adz-Dzariyat 56]

Tujuan kita di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah.
Sekarang mari kita pikirkan,
Sudah seberapa benar ibadah yang kita lakukan?
Apa sudah yakin kalau ibadah wajib yang telah kita lakukan diterima semua?
Apa sudah mengerjakan ibadah sunnah untuk menyempurnakan ibadah-ibadah wajib yang masih kurang sempurna?
Kita tidak bisa merasa bangga terhadap ibadah  yang telah kita lakukan  sehingga merasa cukup dan malah sibuk mengejar angan-angan yang tiada habisnya.

Dunia,  tidak akan dibawa ke dalam kubur bunayyatiy.
Harta pun bisa dicuri atau bisa habis.
Kepintaran pun,  bisa berkurang atau bisa terlupakan.
Dan menjawab soal dalam kubur tidak bisa dengan harta yang banyak ataupun ingatan yang kuat.
Semua itu tergantung dengan keimanan yang kita yakini di dalam hati,  terucap di dalam lisan, dan diamalkan dengan anggota badan.

Maka,  bunayyatiy.
Sibukkanlah dirimu dengan beribadah kepada Allah.
Bukankah janji Allah itu nyata, bahwa barangsiapa yang mengejar akhirat maka dunia akan mendatanginya dalam keadaan terhina ?
Sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam,  "Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” (HR. Ahmad) 

Dunia yang akan mendatangi kita dalam keadaan terhina!
Tidak perlu, kita yang habis-habisan mengejar harta,
Karena harta sendiri yang kelak menghampiri kita.
Hiduplah untuk ibadah,  berusahalah di dunia untuk tujuan ibadah kepadaNya,  dedikasikan semua untuk kebahagiaan akhirat, maka Allah yang akan menepati janjinya untuk menghidupimu di dunia yang sangat sebentar ini.
Pikirkan kehidupan di Syurga kelak!
Yang kekal abadi selamanya.
Yuk kita perbagus dan perbaiki ibadah :))

#Wallahu A'lam
#Catatan Nasehat 2018 diterjemahkan dari bahasa arab.