Minggu, 08 Maret 2020

“7 Fase Besar Setelah Terjadinya Hari Kiamat”



(Dalam Kitab “Al-Irsyad Ilaa Shahihil I’tiqood Wa Raddu Alaa Ahli Syirki Wal Ilhaad ” karangan DR. Sholih Bin Fauzan Bin Abdullah Al-Fauzan dalam bab iman kepada hari Akhir subbab beriman dengan apa yang akan terjadi pada hari kiamat)

Bismillahirahmanirrahim, Segala puji bagi Allah
Rabb semesta alam, yang telah memuliakan kita dengan iman, dan memberi petunjuk pada kita menuju keagungan syariat-Nya, memberikan kebahagiaan pada kita dengan mengikuti rasul-Nya yang termulia. Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Allah , sendiri tanpa sekutu bagi-Nya, dalam rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, maupun nama dan sifat-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Nabi Muhammad dan keluarganya, para sahabatnya, hingga umatnya hingga akhir zaman.

Hari kiamat merupakan satu diantara enam pokok iman yang harus kita imani (yakini), sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih muslim dari sahabat Umar Radhiyallahu anhu berkata Rasulullah ketika menjawab pertanyaan malaikat jibril  “Iman adalah kamu beriman kepada Allah ,   malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada Takdir Qadha dan Qadar.” 

Maka beriman akan adanya hari kiamat adalah diwajibkan bagi seorang mu’min apabila menginginkan kesempurnaan iman terdapat pada dirinya.  Beriman kepada hari kiamat atau pada sebagian kitab disebut dengan ‘hari akhir’ , terbagi menjadi lima poin besar, yakni :

1-      Beriman kepada tanda-tanda hari kiamat.
2-      Beriman kepada Hari Kiamat (hari terjadinya).
3-      Fitnah kubur , adzab kubur, dan ni’mat kubur.
4-      Hari kebangkitan dan hari berkumpulnya para manusia.
5-      Beriman dengan apa yang akan terjadi pada hari kiamat (setelah terjadinya hari tersebut).

Pada kesempatan kali ini, Saya akan menguraikan akan hal-hal apa saja yang terjadi pada hari kiamat setelah para manusia dibangkitkan dan dikumpulkan kembali di Padang Mahsyar.

Berkata Imam Safarini : “ Dan ketahuilah bahwa hari kiamat adalah hari yang sangat dahsyat dan mengerikan, pada hari tersebut hati-hati manusia mencair, seorang ibu yang sedang menyusui anak (yang dikasihinya) meninggalkan anak tersebut begitu saja, seketika anak-anak beruban, dan itu adalah hal yang pasti terjadi, sebagaimana telah disebutkan di dalam AL-Quran dan Al-Hadis, serta telah disepakati oleh para ulama, dan itulah yang disebut dengan hari kiamat.”

Setelah Manusia  dibangkitkan dan dikumpulkan di sebuah tanah lapang yang luas, sebagaimana dalam firman Allah : ((yaitu pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap tuhan seluruh alam))[1] kemudian disebutkan bahwa ((dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun))[2] sungguh betapa lamanya hari itu ! sampai kemudian Rasulullah meminta keringanan untuk setiap hamba-Nya yang beriman. Dijelaskan juga oleh Rasulullah dalam sebuah hadis “Apabila terjadi hari kiamat, maka matahari didekatkan kepada manusia sampai jaraknya sebesar satu atau dua mil. Maka matahari melelehkan para manusia sehingga menenggelamkan manusia dengan keringat mereka sendiri, banyak keringat tersebut sesuai kadar perbuatan manusia di dunia, diantara mereka ada yang keringatnya sampai tumit, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang tenggelam dalam keringatnya.”[3] Kemudian setelahnya manusia akan mengalami tujuh fase besar , yakni :

1-      Fase Perhitungan

Yaumul Hisab atau dapat diartikan hari perhitungan, pada hari ini Allah akan menunjukkan kepada setiap hamba-Nya balasan yang akan ia peroleh atas perbuatan-perbuatan yang telah ia kerjakan selama berada di dunia. Allah akan memperlihatkan (mengingatkan) kembali setiap perbuatan yang dahulu pernah dilakukan di dunia (atau bahkan sudah dilupakan oleh hamba-Nya). Sebagaimana disebutkan dalm firman Allah : ((Pada hari itu mereka semuanya dibangkitkan oleh Allah, lalu diberitakannya-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu))[4], Allah juga  berfirman : ((Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “betapa celakanya kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis) . Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun))[5]. Setiap perbuatan hamba, bahkan yang hanya sebesar biji sawi pun diketahui dan dicatat oleh Allah , dan semua itu akan dimintai pertanggung jawabannya.

Hisab (perhitungan) memiliki tingkatan tersendiri, ada yang di hisab dengan berat, dan ada pula yang di hisab dengan ringan. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Allah akan menghisab setiap makhluknya, bagi hambanya yang beriman, maka Allah akan menetapkan perbuatan baiknya dan meminta pertanggung jawaban atas dosa-dosanya, sebagaimana yang sudah disebutkan dalam AL-Quran dan hadis. Sedangkan orang-orang kafir, maka tidak akan dibedakan antara perbuatan baiknya dan dosa yang mereka kerjakan, karena kekufuran (ketidak percayaan mereka terhadap agama Allah ) sudah meniadakan seluruh kebaikan yang mereka kerjakan, dan mereka akan dimintai pertanggung jawaban atas kekufuran mereka di dunia ini.”

Maka hal yang pertama kali akan diperhitungkan nanti oleh Allah atas orang yang beriman adalah shalatnya, sebagaimana dalam hadis shahih dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu bahwa nabi   berkata : “Hal pertama yang akan diperhitungkan atas seorang hamba adalah sholatnya.”[6]

2-      Fase diberikannya catatan amalan

Setelah amalan kita diperhitungkan maka, Allah  akan memberikan kepada setiap makhluknya buku catatan perbuatan tersebut. Suhuf-suhuf (lembaran catatan) ini telah dicatat oleh para malaikat, setiap perbuatan dan perkataan yang kita kerjakan di dunia ini maka tertulis di dalamnya.  Sebagaimana firman Allah : ((Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka.)) dan ((“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu))[7].

Sebagian manusia pada hari itu ada yang menerima catatan amalnya dari sebelah kanan  sebagaimana dalam firman Allah : ((Adapun  orang yang kitabnya diberikan di tangan kanannya, maka dia berkata, “Ambilah, bacalah kitab kitabku (ini)”))[8] dan ada juga yang  menerima catatan amalnya dari sebelah kiri sebagaimana dalam firman Allah : ((Adapun  orang yang kitabnya diberikan di tangan kirinya , maka dia berkata “Alangkah baiknya jika kitabku (ini) tidak diberikan kepadaku.”))[9]

3-      Fase Penimbangan Amalan

Setelah itu para manusia menuju fase ketiga yakni penimbangan amalan, Allah berfirman : ((Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Maka barangsiapa berat timbangan (kebaikan)nya , mereka itulah orang yang beruntung. Dan barangsiapa ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang yang telah merugikan dirinya sendiri karena mengingkari ayat-ayat kami))[10]

Setiap orang bersama dengan amalan dan kitab amalannya akan ditimbang di suatu mizan (timbangan) yang memiliki dua daun timbangan. Disebutkan dalam firman Allah : ((Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah))[11]


4-      Fase Melewati Jalan Shirotul Mustaqim

Setelah fase pengadilan (pertanggung jawaban setiap amalan) telah dilewati maka fase berikutnya yang harus dihadapi oleh setiap hamba adalah melewati jembatan Shiratul Mustaqim. Yakni jembatan panjang, yang terbentang di atas permukaan neraka, dapat dilewati oleh manusia sesuai dengan kadar amalannya di dunia, jembatan ini lebih halus dari satu helai rambut, lebih tajam dari pedang, dan lebih panas dari bara api. Maka diantara manusia ada yang melewatinya secepat kilat, ada pula yang melewatinya secepat tiupan angin, ada yang seperti terbangnya burung, ada yang seperti larinya kuda perang, ada yang seperti larinya lelaki tangguh, ada yang seperti jalannya manusia biasa,  ada yang merangkak, dan ada yang melewatinya dalam keadaan tertaih-tatih kemudian jatuh ke dalam neraka, dan ada yang langsung dijatuhkan ke neraka tanpa melewatinya (yaitu orang kafir).[12]

5-      Telaga Rasulullah

Berkata AL-Hafidz Suyuthi : “telah banyak periwayatan yang menceritakan tentang telaga Rasulullah , lebih dari seratus lima puluh periwayatan sahabat, diantara mereka adalah khulafaur Rasyidin yang empat, para penghafal al-quran dari para sahabat, dan lainnya.”

Berkata Rasulullah : “Telagaku seluas perjalanan selama satu bulan dan panjang tepi-tepinya sama demikian. Airnya lebih putih dari susu, wanginya lebih wangi dari minyak misk, cangkirnya sejumlah bintang-bintang yang ada di langit. Barang siapa yang telah meminum air telaga tersebut niscaya dia tidak akan merasa haus untuk selama-lamanya.”[13] Disebutkan bahwa telaga ini juga memiliki dua saluran yang dihubungkan ke syurga, yaitu ke sungai  al-Kautsar. Maka telaga yang dalam bahasa arab disebut Al-Haudh merupakan salah satu nikmat yang Allah berikan kepada Rasulullah dan umatnya, sebagaimana terdapat di dalam surat al-kautsar : ((Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak)), para mufassirin (ahli tafsir) mengatakan bahwa arti al-kautsar disini selain bermakna “nikmat yang banyak” adalah nama sungai di syurga yang merupakan telaga Rasulullah .

6-      Pemberiaan Syafaat Rasulullah

Syafaat secara bahasa artinya adalah permohonan atau keinginan, secara ’urf (kebiasaan) artinya adalah memintakan kebaikan bagi orang lain, atau dikatakan bahwa syafaat jugaberarti sesuatu yang genap lawan dari tunggal, dimana seseorang meminta kepada Allah suatu kebaikan bagi seseorang lainnya.

Pada hari kiamat kelak, Rasulullah akan memberikan syafaat kepada setiap hamba yang ia kehendaki, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Kitab Aqidah Thahawiyah bahwa permohonan yang Rasulullah  ajukan kepada Rabbnya adalah agar menyegerakan pengadilan pada yaumul mahsyar (fase dimana manusia dikumpulkan di padang mahsyar, keadaanya sebagaimana kita telah sebutkan di awal) pada hari kiamat kelak, sehingga umat manusia pada saat itu berbondong-bondong datang kepada Nabi Muhammad , kemudian Nabi datang bersujud seraya memuji Allah , kemudian memohon kepada Allah agar Allah menyegerakan pengadilan terhadap mereka. Oleh Karena itu para ulama menyebutkan bahwa syafaat itu adalah doa Nabi pada hari kiamat kelak untuk  umatnya dan termasuk juga untuk manusia lainnya.

Namun pada hakikatnya syafaat itu hanya milik Allah , sebagaimana dalam firmanNya : ((Katakanlah : “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.”))[14] akan tetapi Allah memuliakan sesorang yang dipilih dan dikehendaki olehNya, untuk diizinkan memberikan syafaat dan memuliakan orang yang diberi syafaat dengan izin Allah .

7-      Syurga dan Neraka

Sampailah kita pada fase akhir perjalanan setelah hari kiamat terjadi, yaitu dua tempat besar yang menjadi persinggahan terakhir setiap manusia, tempat dimana semua penghuninya akan kekal abadi di dalamnya. Dua tempat ini bernama Syurga dan Neraka, Syurga diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman, dan Neraka diperuntukan untuk orang-orang yang tidak mengimani Allah , sebagaimana Allah berfirman : ((Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (Syurga) yang penuh kenikmatan)), ((dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka))[15]  .

Keduanya merupakan makhluk Allah yang pada hari ini sudah ada, sebagaimana disebutkan oleh Allah mengenai Syurga : ((disediakan bagi orang-orang yang bertakwa))[16] dan disebutkan oleh Allah mengenai Neraka : ((disediakan bagi orang kafir))[17] dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menjelaskan akan keberadaan kedua tempat tersebut.

Dalam penjelasan Kitab Aqidah Thahawiyah disebutkan bahwa Allah tidak memberikan ganjaran bagi seseorang kecuali terdapat sebab yang menjadikannya mendapatkan ganjaran tersebut, yaitu amalan baik, sebagaimana disebutkan : ((Dan barang siapa mengerjakan kebajikan sedang dia (dalam keadaan) beriman, maka dia tidak khawatir akan perlakuan zhalim (terhadapnya) dan tidak (pula khawatir) akan pengurangan haknya))[18] , dan begitu pula tidak memberikan hukuman bagi seseorang kecuali seseorang tersebut telah mengerjakan suatu perbuatan yang menyebabkan kemurkaan Allah , maka sesungguhnya Allah adalah pemberi, tidak menghalangi yang pantas diberi, dan menghalangi yang tidak pantas diberi.

Dan Amal Shalih (perbuatan baik) itu adalah sebab masuknya seseorang ke dalam Syurga, dan Amal Sayyiah (perbuatan buruk) itu adalah sebab masuknya seseorang ke dalam Neraka.

Ya Allah kami meminta tempat terbaik di Syurga-Mu kelak, dan jauhkan kami dari api Neraka, sesungguhnya engkau yang Maha Mendengar lagi Maha Menjawab permohonan hambanya.

Wa’llahu A’lam Bish Shawab.

Bogor, 08/02/2020
Penulis  : Bintu Haris
Sebagai : Tugas akhir semester lima pada Mata Kuliah Akidah




[1] Al- Muthafifin ayat 6.
[2] Al-Maa’arij ayat 4.
[3] Shahih Muslim dari Miqdad Radhiyallahu anhuu.
[4] Al-Mujadilah ayat 6
[5] Al-Kahfi ayat 49
[6] Shahih Bukhori dan Muslim
[7] Al-Isra ayat 13, 14.
[8] Al-Haqqah ayat 19.
[9] Al-Haqqah ayat 25.
[10] Al-A’raf ayat 8-9.
[11] Al-Qaari’ah 6-9.
[12] Diterjemahkan dari Kitab Al-Irsyad Ilaa Shahihil I’tiqod  Karangan Syeikh Sholih Fauzan, dan tambahan referensi dari Kitab Syarah Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah karangan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz.
[13] Shahih Muslim diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash.
[14] Ar-Ra’d ayat 44
[15] Al-Infithar 13-14
[16] Ali-Imran ayat 133.
[17] Al-Baqarah ayat 24.
[18] Thaha ayat 112.

"Sebab-Sebab Meraih Cinta Allah Taala"

Sebab-Sebab Meraih Cinta Allah Taala

“Ya Allah Ajarkan aku mencintaiMu”
“Ya Allah Aku sungguh-sungguh mencintaiMu.”
“Ya Allah Aku ingin meraih cintaMu.”

Bismillahirahmanirrahim..
Hamba-hamba Allah yang selalu mengharap cinta Allah.

Cinta kepada Allah adalah salah satu pembuktian kita akan seberapa kuat keimanan kita kepadaNya. Cinta kepada Allah juga merupakan salah satu konsekuensi dari keimanan yang kita miliki di dalam hati. Maka cinta ini erat ikatannya dengan tauhid (peng-Esaan) seseorang kepada Rabbnya (Tuhan). 

Karena cinta hakiki yang seharusnya kita tanamkan dalam hati pertama kalinya adalah untuk satu-satunya Rabb yang berhak diibadahi, diagungkan, sebagai penguasa alam ini. Oleh sebab itu ketika cinta kita terhadap Allah dikalahkan oleh cinta kepada makhluk-makhluk Allah, bisa menjadikan pupusnya ketauhidan pada hati kita. 

Maka dari itu rasa cinta kepada Allah harus dibangun oleh sebab-sebab yang dapat menjadikan kita meraih cinta hakikiNya. Ibnul Qayyim –Rahimahullah- menyebutkan 10 hal yang dapat menjadi sebab kita meraih rasa cinta kepada Allah, berikut rincinya :

1.       Membaca AL-Quran dengan menikmati setiap arti katanya dan memahami hal yang Allah maksudkan.
Yakni, seperti kita mendengar ayat “Maka nikmat tuhanmu manakah yang kau dustakan?” (AL-Mulk : 13) maka kita benar-benar meresapi bahwa sungguh banyak nikmat yang telah diberikan, seperti nikmat pagi dan malam, setiap hembusan nafas, dan lain-lain.

2.       Mengerjakan sholat-sholat sunnah setelah sholat-sholat yang wajib. Berikut tabelnya :

Shalat Rawatib
Shalat Isyroq
Shalat Dhuha
Shalat Witir
Shalat Tahajud
Sebelum Subuh (Sunnah Fajar)
2 Rakaat
15 Menit Setelah matahari terbit sekitar jam 06.15 WIB.
Dikerjakan di Masjid selepas shalat subuh berjamaah.
(Sunnah Syuruq)
Minimal 2 Rakaat, Maksimal 12 Rakaat.
Setelah matahari ada di terbit sempurna, sekitar jam 07.30 WIB sampai 20 menit sebelum matahari naik berada di tengah.
Umumnya dilakukan sesudah tidur setelah melasanakan shalat tahajud dengan jumlah ganjil minimal 1 dan tidak ada maksimal. Namun bila seseorang merasa tidak akan bangun pada sepertiga malam maka tidak mengapa ia mengerjakannya sebelum tidur.
Shalat pada sepertiga malam, di saat Allah turun ke muka bumi ini.  Yakni diharuskan tidur terlebih dahulu bagi yang hendak mengerjakannya. Minimal 2 rakaat dan tidak ada maksimal namun kelipatan 2.
Sebelum Dzuhur
4 Rakaat
Setelah Dzuhur
2 Rakaat
Setelah Maghrib
2 Rakaat
Setelah Isya
2 Rakaat

3.       Membiasakan berdzikir kepada Allah pada setiap keadaan yaitu  mengucapkannya dengan lisan, menghadirkannya dalam hati, dan mengamalkannya dalam perbuatan.

4.       Mendahulukan apa yang Allah cintai dibandingkan apa yang hambanya cintai (ketika mendapati dua keinginan yang bertentangan antara  ridho Allah dan ridho manusia).

5.       Mempelajari dan mengingat sifat dan nama-nama Allah, yang menunjukkan bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb yang maha sempurna dan maha agung, serta yang berhak diberikan pujian atasnya.

6.       Mengingat dan merasakan nikmat-nikmat Allah baik yang nampak maupun yang terdapat di dalam batin serta menyaksikan kebaikan serta nikmat yang Allah berikan kepada hambanya.

7.       Memperbaiki hati terhadap Allah dan selalu merasa fakir di hadapannya.

8.       Berdua-duaan dengan Allah pada sepertiga malam di saat Ia sedang turun ke bumi, dengan cara berdoa, meminta, berdzikir, membaca al quran, dan menutup perjumpaan dengan Allah dengan memohon ampun dan bertaubat.

9.       Duduk bersama orang-orang baik dan orang-orang yang mencintai Allah, dan mengambil faedah dari setiap perkataan-perkataan mereka.


10.   Menjauhi segala perbuatan yang dapat menjauhkan hati kita dari Allah yakni dari hal-hal menyibukkan yang dapat membuat kita lupa kepadaNya.

Wallahu A'lam Bis Shawab.

@beakhoirperson
-Bintu Haris

Jumat, 06 Maret 2020

Antara dunia dan akhirat

#Muhasabah diri yuk

اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا ، و اعمل لأخرتك كأنك تموت غدا 

Kerjakanlah amalanmu di dunia seakan-akan kamu akan tinggal selamanya,  dan kerjakanlah amalan akhiratmu seakan-akan kamu akan kembali (ke sisi Allah Taala) esok."

Camkan bahwa mungkin malaikat maut sedang menunggu waktu mencabut nyawamu.
Camkan bahwa mungkin sholatmu hari ini bisa jadi menjadi sholat terakhirmu.
Camkan bahwa mungkin perjumpaanmu dengan orang yang kamu sayangi  bisa menjadi pertemuan terakhir.
Lalu,  sudah seberapa banyak bekal akhiratmu?

Kalau kita merasa bahwa hidup di dunia ini selama-lamanya maka segala list mimpi (keduniaan) akan kita abaikan sementara, "toh bakal hidup selama-lamanya."
Setidaknya "amalan akhirat" yang  kerap kali kita abaikan, akan sebaliknya yakni kita lakukan setaat dan sesempurna mungkin,  karena ini akan menjadi titik akhir perjuangan mengumpulkan bekal akhirat. 

Sayangnya kita sering lupa,  dan harus selalu diingatkan.
Kita sibuk wara wiri di dunia,  meraih penghargaan ini,  meraih gelar itu,  mengerjakan tugas organisasi ini,  dan lain-lain. Sehingga hal tersebut membuat kita lupa,  bahwa ada "Bekal akhirat" yang menunggu untuk dipenuhi dan disiapkan.

Bukankah kita tau bahwa untuk melakukan perjalanan panjang  butuh banyak bekal?
Dunia ini adalah setengah dari awal perjalanan kita,  kalau di dunia kita sudah abai dari "mencari bekal akhirat" besok ketika sampai di destinasi berikutnya, yaitu "alam kubur" apa yang mau dipertaruhkan ?
Mau bagaimana cara kita bertahan?

Belum lagi destinasi setelah itu masih banyak,  ada hari kiamat,  hari  kebangkitan,  hari berkumpul di padang mahsyar,  hari perhitungan,  hari penimbangan, jembatan shiratul mustaqim. Sebanyak apa bekal yang sudah kamu siapkan untuk melalui itu semua,  sampai terhadap sholat lima waktumu saja masih sering terabaikan? sampai untuk bersedekah saja berpikir panjang (karena takut kehabisan uang) ?

Mungkin kalimat di atas perlu kita tegaskan pada masing-masing diri,  kalau perlu kita tulis besar-besar di kamar.
"Esok bisa jadi malaikat mencabut nyawamu!"
 Agar ketika dunia ini tengah mengalihkan pikiranmu akan akhirat,  kita segera ingat bahwa dunia ini hanya persinggahan sementara. Ibarat perjalanan menuju Surabaya dari Jakarta,  maka kita baru sampai di rest area pertama, dan  perjalanan  masih amat jauh. 

Maka perbekalan pun harus diisi sebanyak mungkin, agar selamat sampai tujuan terindah,  yakni Syurganya Allah.
Teruntuk diri,  yuk perbaiki kekhusyukan shalat !
Teruntuk diri,  yuk perbaiki keikhlasan bershadaqah !
Teruntuk diri,  yuk perbaiki akhlak,  jauhi rasa egois dan amarah tinggi!
Teruntuk diri,  yuk perbanyak doa dan dzikir kepadaNya !
Teruntuk diri,  stop dulu yuk mengurusi urusan dunia yang tak ada ujungnya,  dan mulai berbenah diri akan persiapan menuju akhirat.

Karena kenyataannya dunia ini hanya sementara.
Buat apa kita mencari banyak kenikmatan dunia sampai-sampai menimbunnya,  kalau pada akhirnya yang kita butuhkan hanya satu,  yakni amalan baik.

Imam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- pernah mengatakan : Tidaklah ia dapat melihat kenikmatan akhirat kecuali ia telah melihat kenikmatan dunia terlebih dahulu.
Benar,  kita boleh menikmati dunia ini,  tapi secukupnya. Karena terkadang kalau dunia ini tidak dibatasi,  khawatir diri kita melampaui batas dan jatuh terlena.
Hakekat nikmat yang harus kita rasakan adalah kala harta, pekerjaan,  dan kedudukan dunia menjadikan wasilah dalam mengumpulkan bekal akhirat.

Kedudukan, harta, pekerjaan tak ada satupun yang dapat berguna di akhirat kelak..
Kecuali hal tersebut yang telah berbentuk dalam amalan baik (contoh : selama di dunia ia gunakan hartanya untuk bersedekah,  selama bekerja di dunia ia tepati amanah pekerjannya tidak keluar di waktu jam kerja,  kedudukannya ia gunakan seadil mungkin bukan untuk berbuat curang)

Teman dan orang-orang yang sangat menyayangi kitapun esok sibuk mengurusi pertanggung jawabannya masing-masing.

Lalu apa yang kau agung-agungkan dari dunia yang hanya sebagai persinggahan mencari bekal akhirat semata?
Wallahu A'lam.


1, Maret 2020
@beakhoirperson
-Bintu Haris.