(Dalam Kitab “Al-Irsyad Ilaa
Shahihil I’tiqood Wa Raddu Alaa Ahli Syirki Wal Ilhaad ” karangan
DR. Sholih Bin Fauzan Bin Abdullah Al-Fauzan dalam bab iman kepada hari Akhir
subbab beriman dengan apa yang akan terjadi pada hari kiamat)
|
Bismillahirahmanirrahim, Segala puji bagi Allah ﷻ Rabb semesta alam, yang telah memuliakan kita dengan iman, dan memberi petunjuk pada kita menuju keagungan syariat-Nya, memberikan kebahagiaan pada kita dengan mengikuti rasul-Nya yang termulia. Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Allah ﷻ, sendiri tanpa sekutu bagi-Nya, dalam rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, maupun nama dan sifat-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Nabi Muhammad ﷺ dan keluarganya, para sahabatnya, hingga umatnya hingga akhir zaman.
Hari kiamat merupakan satu diantara enam pokok iman yang
harus kita imani (yakini), sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih muslim
dari sahabat Umar Radhiyallahu anhu berkata Rasulullah ﷺ
ketika menjawab pertanyaan malaikat jibril “Iman adalah kamu beriman kepada Allah ﷻ, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-Nya,
hari akhir, dan beriman kepada Takdir Qadha dan Qadar.”
Maka beriman akan adanya hari kiamat adalah diwajibkan bagi
seorang mu’min apabila menginginkan kesempurnaan iman terdapat pada
dirinya. Beriman kepada hari kiamat atau
pada sebagian kitab disebut dengan ‘hari akhir’ , terbagi menjadi lima poin
besar, yakni :
1-
Beriman kepada tanda-tanda hari kiamat.
2-
Beriman kepada Hari Kiamat (hari terjadinya).
3-
Fitnah kubur , adzab kubur, dan ni’mat kubur.
4-
Hari kebangkitan dan hari berkumpulnya para manusia.
5-
Beriman dengan apa yang akan terjadi pada hari kiamat
(setelah terjadinya hari tersebut).
Pada kesempatan kali ini, Saya akan menguraikan akan hal-hal
apa saja yang terjadi pada hari kiamat setelah para manusia dibangkitkan dan
dikumpulkan kembali di Padang Mahsyar.
Berkata Imam Safarini : “ Dan ketahuilah bahwa hari kiamat
adalah hari yang sangat dahsyat dan mengerikan, pada hari tersebut hati-hati
manusia mencair, seorang ibu yang sedang menyusui anak (yang dikasihinya)
meninggalkan anak tersebut begitu saja, seketika anak-anak beruban, dan itu
adalah hal yang pasti terjadi, sebagaimana telah disebutkan di dalam AL-Quran
dan Al-Hadis, serta telah disepakati oleh para ulama, dan itulah yang disebut
dengan hari kiamat.”
Setelah Manusia dibangkitkan dan
dikumpulkan di sebuah tanah lapang yang luas, sebagaimana dalam firman Allah ﷻ
: ((yaitu pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap tuhan seluruh
alam))[1]
kemudian disebutkan bahwa ((dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun))[2]
sungguh betapa lamanya hari itu ! sampai kemudian Rasulullah ﷺ
meminta keringanan untuk setiap hamba-Nya yang beriman. Dijelaskan juga oleh
Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadis “Apabila
terjadi hari kiamat, maka matahari didekatkan kepada manusia sampai jaraknya
sebesar satu atau dua mil. Maka matahari melelehkan
para manusia sehingga menenggelamkan manusia dengan keringat mereka sendiri,
banyak keringat tersebut sesuai kadar perbuatan manusia di dunia, diantara
mereka ada yang keringatnya sampai tumit, dan ada yang sampai pinggangnya, serta
ada yang tenggelam dalam keringatnya.”[3] Kemudian setelahnya manusia akan mengalami tujuh fase besar , yakni :
1-
Fase Perhitungan
Yaumul Hisab atau dapat diartikan hari
perhitungan, pada hari ini Allah ﷻ
akan menunjukkan kepada
setiap hamba-Nya balasan yang akan ia peroleh atas perbuatan-perbuatan yang
telah ia kerjakan selama berada di dunia. Allah ﷻ
akan memperlihatkan (mengingatkan) kembali setiap perbuatan yang dahulu pernah dilakukan
di dunia (atau bahkan sudah dilupakan oleh hamba-Nya). Sebagaimana disebutkan
dalm firman Allah ﷻ : ((Pada hari itu mereka semuanya
dibangkitkan oleh Allah, lalu diberitakannya-Nya kepada mereka apa yang telah
mereka kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu), meskipun
mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu))[4],
Allah ﷻ juga berfirman : ((Dan diletakkanlah kitab
(catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “betapa celakanya
kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar
melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka
kerjakan (tertulis) . Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun))[5].
Setiap perbuatan hamba, bahkan yang hanya sebesar biji sawi pun diketahui dan
dicatat oleh Allah ﷻ, dan semua itu akan dimintai
pertanggung jawabannya.
Hisab (perhitungan) memiliki tingkatan
tersendiri, ada yang di hisab dengan berat, dan ada pula yang di hisab dengan
ringan. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Allah ﷻ
akan menghisab setiap
makhluknya, bagi hambanya yang beriman, maka Allah ﷻ
akan menetapkan perbuatan baiknya dan meminta pertanggung jawaban atas
dosa-dosanya, sebagaimana yang sudah disebutkan dalam AL-Quran dan hadis.
Sedangkan orang-orang kafir, maka tidak akan dibedakan antara perbuatan baiknya
dan dosa yang mereka kerjakan, karena kekufuran (ketidak percayaan mereka
terhadap agama Allah ﷻ) sudah meniadakan seluruh
kebaikan yang mereka kerjakan, dan mereka akan dimintai pertanggung jawaban
atas kekufuran mereka di dunia ini.”
Maka hal yang pertama kali akan
diperhitungkan nanti oleh Allah ﷻ
atas orang yang beriman adalah shalatnya, sebagaimana dalam hadis shahih dari
sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu bahwa nabi ﷺ berkata : “Hal pertama yang akan
diperhitungkan atas seorang hamba adalah sholatnya.”[6]
2-
Fase diberikannya catatan amalan
Setelah amalan kita diperhitungkan
maka, Allah ﷻ akan memberikan kepada setiap makhluknya buku
catatan perbuatan tersebut. Suhuf-suhuf (lembaran catatan) ini telah dicatat
oleh para malaikat, setiap perbuatan dan perkataan yang kita kerjakan di dunia
ini maka tertulis di dalamnya. Sebagaimana
firman Allah ﷻ : ((Dan setiap manusia
telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari
kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka.)) dan ((“Bacalah
kitabmu, cukuplah dirimu pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu))[7].
Sebagian manusia pada hari itu ada
yang menerima catatan amalnya dari sebelah kanan sebagaimana dalam firman Allah ﷻ:
((Adapun orang yang kitabnya
diberikan di tangan kanannya, maka dia berkata, “Ambilah, bacalah kitab kitabku
(ini)”))[8]
dan ada juga yang menerima catatan
amalnya dari sebelah kiri sebagaimana dalam firman Allah ﷻ:
((Adapun orang yang kitabnya
diberikan di tangan kirinya , maka dia berkata “Alangkah baiknya jika kitabku
(ini) tidak diberikan kepadaku.”))[9]
3-
Fase Penimbangan Amalan
Setelah itu para manusia menuju fase
ketiga yakni penimbangan amalan, Allah ﷻ
berfirman : ((Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Maka
barangsiapa berat timbangan (kebaikan)nya , mereka itulah orang yang beruntung.
Dan barangsiapa ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang yang
telah merugikan dirinya sendiri karena mengingkari ayat-ayat kami))[10].
Setiap orang bersama dengan amalan dan kitab amalannya akan
ditimbang di suatu mizan (timbangan) yang memiliki dua daun
timbangan. Disebutkan dalam firman Allah ﷻ : ((Dan
adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam
kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah))[11]
4-
Fase Melewati Jalan Shirotul Mustaqim
Setelah fase pengadilan (pertanggung
jawaban setiap amalan) telah dilewati maka fase berikutnya yang harus dihadapi
oleh setiap hamba adalah melewati jembatan Shiratul Mustaqim. Yakni
jembatan panjang, yang terbentang di atas permukaan neraka, dapat dilewati oleh
manusia sesuai dengan kadar amalannya di dunia, jembatan ini lebih halus dari
satu helai rambut, lebih tajam dari pedang, dan lebih panas dari bara api. Maka
diantara manusia ada yang melewatinya secepat kilat, ada pula yang melewatinya secepat
tiupan angin, ada yang seperti terbangnya burung, ada yang seperti larinya kuda
perang, ada yang seperti larinya lelaki tangguh, ada yang seperti jalannya manusia
biasa, ada yang merangkak, dan ada yang
melewatinya dalam keadaan tertaih-tatih kemudian jatuh ke dalam neraka, dan ada
yang langsung dijatuhkan ke neraka tanpa melewatinya (yaitu orang kafir).[12]
5-
Telaga Rasulullah ﷺ
Berkata AL-Hafidz Suyuthi : “telah
banyak periwayatan yang menceritakan tentang telaga Rasulullah ﷺ,
lebih dari seratus lima puluh periwayatan sahabat, diantara mereka adalah khulafaur
Rasyidin yang empat, para penghafal al-quran dari para sahabat, dan
lainnya.”
Berkata Rasulullah ﷺ
: “Telagaku seluas
perjalanan selama satu bulan dan panjang tepi-tepinya sama demikian. Airnya
lebih putih dari susu, wanginya lebih wangi dari minyak misk, cangkirnya
sejumlah bintang-bintang yang ada di langit. Barang siapa yang telah meminum
air telaga tersebut niscaya dia tidak akan merasa haus untuk selama-lamanya.”[13]
Disebutkan bahwa telaga ini juga memiliki dua saluran yang dihubungkan ke syurga, yaitu
ke sungai al-Kautsar. Maka telaga yang
dalam bahasa arab disebut Al-Haudh merupakan salah satu nikmat yang
Allah ﷻ berikan kepada
Rasulullah ﷺ dan umatnya, sebagaimana
terdapat di dalam surat al-kautsar : ((Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang banyak)), para mufassirin (ahli tafsir) mengatakan
bahwa arti al-kautsar disini selain bermakna “nikmat yang banyak” adalah
nama sungai di syurga yang merupakan telaga Rasulullah ﷺ
.
6-
Pemberiaan Syafaat Rasulullah ﷺ
Syafaat secara bahasa artinya adalah
permohonan atau keinginan, secara ’urf (kebiasaan) artinya adalah
memintakan kebaikan bagi orang lain, atau dikatakan bahwa syafaat
jugaberarti sesuatu yang genap lawan dari tunggal, dimana seseorang meminta
kepada Allah ﷻ suatu kebaikan bagi seseorang
lainnya.
Pada hari kiamat kelak, Rasulullah ﷻ
akan memberikan syafaat kepada setiap hamba yang ia kehendaki, sebagaimana
dijelaskan dalam penjelasan Kitab Aqidah Thahawiyah bahwa permohonan
yang Rasulullah ﷻ ajukan kepada Rabbnya adalah agar menyegerakan pengadilan
pada yaumul mahsyar (fase dimana manusia dikumpulkan di padang mahsyar, keadaanya
sebagaimana kita telah sebutkan di awal) pada hari kiamat kelak, sehingga umat
manusia pada saat itu berbondong-bondong datang kepada Nabi Muhammad ﷻ
, kemudian Nabi ﷻ datang bersujud seraya memuji
Allah ﷻ, kemudian memohon kepada Allah
ﷻ agar Allah ﷻ
menyegerakan pengadilan terhadap mereka. Oleh Karena itu para ulama menyebutkan
bahwa syafaat itu adalah doa Nabi ﷻ
pada hari kiamat kelak untuk umatnya dan
termasuk juga untuk manusia lainnya.
Namun pada hakikatnya syafaat itu
hanya milik Allah ﷻ, sebagaimana dalam firmanNya :
((Katakanlah : “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.”))[14]
akan tetapi Allah ﷻ memuliakan sesorang yang
dipilih dan dikehendaki olehNya, untuk diizinkan memberikan syafaat dan
memuliakan orang yang diberi syafaat dengan izin Allah ﷻ.
7-
Syurga dan Neraka
Sampailah kita pada fase akhir
perjalanan setelah hari kiamat terjadi, yaitu dua tempat besar yang menjadi
persinggahan terakhir setiap manusia, tempat dimana semua penghuninya akan
kekal abadi di dalamnya. Dua tempat ini bernama Syurga dan Neraka, Syurga
diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman, dan Neraka diperuntukan untuk
orang-orang yang tidak mengimani Allah ﷻ,
sebagaimana Allah ﷻ berfirman : ((Sesungguhnya
orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (Syurga) yang penuh
kenikmatan)), ((dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar
berada dalam neraka))[15] .
Keduanya merupakan makhluk Allah ﷻ
yang pada hari ini sudah ada, sebagaimana disebutkan oleh Allah ﷻ
mengenai Syurga : ((disediakan bagi orang-orang yang bertakwa))[16]
dan disebutkan oleh Allah ﷻ
mengenai Neraka : ((disediakan bagi orang kafir))[17]
dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menjelaskan akan keberadaan kedua tempat
tersebut.
Dalam penjelasan Kitab Aqidah
Thahawiyah disebutkan bahwa Allah ﷻ
tidak memberikan ganjaran bagi seseorang kecuali terdapat sebab yang
menjadikannya mendapatkan ganjaran tersebut, yaitu amalan baik, sebagaimana
disebutkan ﷻ : ((Dan barang siapa
mengerjakan kebajikan sedang dia (dalam keadaan) beriman, maka dia tidak khawatir
akan perlakuan zhalim (terhadapnya) dan tidak (pula khawatir) akan pengurangan
haknya))[18] ,
dan begitu pula tidak memberikan hukuman bagi seseorang kecuali seseorang
tersebut telah mengerjakan suatu perbuatan yang menyebabkan kemurkaan Allah ﷻ
, maka sesungguhnya Allah ﷻ
adalah pemberi, tidak menghalangi yang pantas diberi, dan menghalangi yang
tidak pantas diberi.
Dan Amal Shalih (perbuatan
baik) itu adalah sebab masuknya seseorang ke dalam Syurga, dan Amal Sayyiah (perbuatan
buruk) itu adalah sebab masuknya seseorang ke dalam Neraka.
Ya Allah kami meminta tempat terbaik
di Syurga-Mu kelak, dan jauhkan kami dari api Neraka, sesungguhnya engkau yang
Maha Mendengar lagi Maha Menjawab permohonan hambanya.
Wa’llahu A’lam Bish Shawab.
Bogor, 08/02/2020
Penulis : Bintu Haris
Sebagai : Tugas akhir semester lima
pada Mata Kuliah Akidah
[1]
Al- Muthafifin ayat 6.
[2]
Al-Maa’arij ayat 4.
[3]
Shahih Muslim dari Miqdad Radhiyallahu anhuu.
[4]
Al-Mujadilah ayat 6
[5]
Al-Kahfi ayat 49
[6]
Shahih Bukhori dan Muslim
[7]
Al-Isra ayat 13, 14.
[8]
Al-Haqqah ayat 19.
[9]
Al-Haqqah ayat 25.
[10]
Al-A’raf ayat 8-9.
[11]
Al-Qaari’ah 6-9.
[12]
Diterjemahkan dari Kitab Al-Irsyad Ilaa Shahihil I’tiqod Karangan Syeikh Sholih Fauzan, dan
tambahan referensi dari Kitab Syarah Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah
karangan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz.
[13]
Shahih Muslim diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash.
[14]
Ar-Ra’d ayat 44
[15]
Al-Infithar 13-14
[16]
Ali-Imran ayat 133.
[17]
Al-Baqarah ayat 24.
[18]
Thaha ayat 112.