Minggu, 08 Maret 2020

“7 Fase Besar Setelah Terjadinya Hari Kiamat”



(Dalam Kitab “Al-Irsyad Ilaa Shahihil I’tiqood Wa Raddu Alaa Ahli Syirki Wal Ilhaad ” karangan DR. Sholih Bin Fauzan Bin Abdullah Al-Fauzan dalam bab iman kepada hari Akhir subbab beriman dengan apa yang akan terjadi pada hari kiamat)

Bismillahirahmanirrahim, Segala puji bagi Allah
Rabb semesta alam, yang telah memuliakan kita dengan iman, dan memberi petunjuk pada kita menuju keagungan syariat-Nya, memberikan kebahagiaan pada kita dengan mengikuti rasul-Nya yang termulia. Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Allah , sendiri tanpa sekutu bagi-Nya, dalam rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, maupun nama dan sifat-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Nabi Muhammad dan keluarganya, para sahabatnya, hingga umatnya hingga akhir zaman.

Hari kiamat merupakan satu diantara enam pokok iman yang harus kita imani (yakini), sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih muslim dari sahabat Umar Radhiyallahu anhu berkata Rasulullah ketika menjawab pertanyaan malaikat jibril  “Iman adalah kamu beriman kepada Allah ,   malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada Takdir Qadha dan Qadar.” 

Maka beriman akan adanya hari kiamat adalah diwajibkan bagi seorang mu’min apabila menginginkan kesempurnaan iman terdapat pada dirinya.  Beriman kepada hari kiamat atau pada sebagian kitab disebut dengan ‘hari akhir’ , terbagi menjadi lima poin besar, yakni :

1-      Beriman kepada tanda-tanda hari kiamat.
2-      Beriman kepada Hari Kiamat (hari terjadinya).
3-      Fitnah kubur , adzab kubur, dan ni’mat kubur.
4-      Hari kebangkitan dan hari berkumpulnya para manusia.
5-      Beriman dengan apa yang akan terjadi pada hari kiamat (setelah terjadinya hari tersebut).

Pada kesempatan kali ini, Saya akan menguraikan akan hal-hal apa saja yang terjadi pada hari kiamat setelah para manusia dibangkitkan dan dikumpulkan kembali di Padang Mahsyar.

Berkata Imam Safarini : “ Dan ketahuilah bahwa hari kiamat adalah hari yang sangat dahsyat dan mengerikan, pada hari tersebut hati-hati manusia mencair, seorang ibu yang sedang menyusui anak (yang dikasihinya) meninggalkan anak tersebut begitu saja, seketika anak-anak beruban, dan itu adalah hal yang pasti terjadi, sebagaimana telah disebutkan di dalam AL-Quran dan Al-Hadis, serta telah disepakati oleh para ulama, dan itulah yang disebut dengan hari kiamat.”

Setelah Manusia  dibangkitkan dan dikumpulkan di sebuah tanah lapang yang luas, sebagaimana dalam firman Allah : ((yaitu pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap tuhan seluruh alam))[1] kemudian disebutkan bahwa ((dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun))[2] sungguh betapa lamanya hari itu ! sampai kemudian Rasulullah meminta keringanan untuk setiap hamba-Nya yang beriman. Dijelaskan juga oleh Rasulullah dalam sebuah hadis “Apabila terjadi hari kiamat, maka matahari didekatkan kepada manusia sampai jaraknya sebesar satu atau dua mil. Maka matahari melelehkan para manusia sehingga menenggelamkan manusia dengan keringat mereka sendiri, banyak keringat tersebut sesuai kadar perbuatan manusia di dunia, diantara mereka ada yang keringatnya sampai tumit, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang tenggelam dalam keringatnya.”[3] Kemudian setelahnya manusia akan mengalami tujuh fase besar , yakni :

1-      Fase Perhitungan

Yaumul Hisab atau dapat diartikan hari perhitungan, pada hari ini Allah akan menunjukkan kepada setiap hamba-Nya balasan yang akan ia peroleh atas perbuatan-perbuatan yang telah ia kerjakan selama berada di dunia. Allah akan memperlihatkan (mengingatkan) kembali setiap perbuatan yang dahulu pernah dilakukan di dunia (atau bahkan sudah dilupakan oleh hamba-Nya). Sebagaimana disebutkan dalm firman Allah : ((Pada hari itu mereka semuanya dibangkitkan oleh Allah, lalu diberitakannya-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu))[4], Allah juga  berfirman : ((Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “betapa celakanya kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis) . Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun))[5]. Setiap perbuatan hamba, bahkan yang hanya sebesar biji sawi pun diketahui dan dicatat oleh Allah , dan semua itu akan dimintai pertanggung jawabannya.

Hisab (perhitungan) memiliki tingkatan tersendiri, ada yang di hisab dengan berat, dan ada pula yang di hisab dengan ringan. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Allah akan menghisab setiap makhluknya, bagi hambanya yang beriman, maka Allah akan menetapkan perbuatan baiknya dan meminta pertanggung jawaban atas dosa-dosanya, sebagaimana yang sudah disebutkan dalam AL-Quran dan hadis. Sedangkan orang-orang kafir, maka tidak akan dibedakan antara perbuatan baiknya dan dosa yang mereka kerjakan, karena kekufuran (ketidak percayaan mereka terhadap agama Allah ) sudah meniadakan seluruh kebaikan yang mereka kerjakan, dan mereka akan dimintai pertanggung jawaban atas kekufuran mereka di dunia ini.”

Maka hal yang pertama kali akan diperhitungkan nanti oleh Allah atas orang yang beriman adalah shalatnya, sebagaimana dalam hadis shahih dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu bahwa nabi   berkata : “Hal pertama yang akan diperhitungkan atas seorang hamba adalah sholatnya.”[6]

2-      Fase diberikannya catatan amalan

Setelah amalan kita diperhitungkan maka, Allah  akan memberikan kepada setiap makhluknya buku catatan perbuatan tersebut. Suhuf-suhuf (lembaran catatan) ini telah dicatat oleh para malaikat, setiap perbuatan dan perkataan yang kita kerjakan di dunia ini maka tertulis di dalamnya.  Sebagaimana firman Allah : ((Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka.)) dan ((“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu))[7].

Sebagian manusia pada hari itu ada yang menerima catatan amalnya dari sebelah kanan  sebagaimana dalam firman Allah : ((Adapun  orang yang kitabnya diberikan di tangan kanannya, maka dia berkata, “Ambilah, bacalah kitab kitabku (ini)”))[8] dan ada juga yang  menerima catatan amalnya dari sebelah kiri sebagaimana dalam firman Allah : ((Adapun  orang yang kitabnya diberikan di tangan kirinya , maka dia berkata “Alangkah baiknya jika kitabku (ini) tidak diberikan kepadaku.”))[9]

3-      Fase Penimbangan Amalan

Setelah itu para manusia menuju fase ketiga yakni penimbangan amalan, Allah berfirman : ((Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Maka barangsiapa berat timbangan (kebaikan)nya , mereka itulah orang yang beruntung. Dan barangsiapa ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang yang telah merugikan dirinya sendiri karena mengingkari ayat-ayat kami))[10]

Setiap orang bersama dengan amalan dan kitab amalannya akan ditimbang di suatu mizan (timbangan) yang memiliki dua daun timbangan. Disebutkan dalam firman Allah : ((Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah))[11]


4-      Fase Melewati Jalan Shirotul Mustaqim

Setelah fase pengadilan (pertanggung jawaban setiap amalan) telah dilewati maka fase berikutnya yang harus dihadapi oleh setiap hamba adalah melewati jembatan Shiratul Mustaqim. Yakni jembatan panjang, yang terbentang di atas permukaan neraka, dapat dilewati oleh manusia sesuai dengan kadar amalannya di dunia, jembatan ini lebih halus dari satu helai rambut, lebih tajam dari pedang, dan lebih panas dari bara api. Maka diantara manusia ada yang melewatinya secepat kilat, ada pula yang melewatinya secepat tiupan angin, ada yang seperti terbangnya burung, ada yang seperti larinya kuda perang, ada yang seperti larinya lelaki tangguh, ada yang seperti jalannya manusia biasa,  ada yang merangkak, dan ada yang melewatinya dalam keadaan tertaih-tatih kemudian jatuh ke dalam neraka, dan ada yang langsung dijatuhkan ke neraka tanpa melewatinya (yaitu orang kafir).[12]

5-      Telaga Rasulullah

Berkata AL-Hafidz Suyuthi : “telah banyak periwayatan yang menceritakan tentang telaga Rasulullah , lebih dari seratus lima puluh periwayatan sahabat, diantara mereka adalah khulafaur Rasyidin yang empat, para penghafal al-quran dari para sahabat, dan lainnya.”

Berkata Rasulullah : “Telagaku seluas perjalanan selama satu bulan dan panjang tepi-tepinya sama demikian. Airnya lebih putih dari susu, wanginya lebih wangi dari minyak misk, cangkirnya sejumlah bintang-bintang yang ada di langit. Barang siapa yang telah meminum air telaga tersebut niscaya dia tidak akan merasa haus untuk selama-lamanya.”[13] Disebutkan bahwa telaga ini juga memiliki dua saluran yang dihubungkan ke syurga, yaitu ke sungai  al-Kautsar. Maka telaga yang dalam bahasa arab disebut Al-Haudh merupakan salah satu nikmat yang Allah berikan kepada Rasulullah dan umatnya, sebagaimana terdapat di dalam surat al-kautsar : ((Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak)), para mufassirin (ahli tafsir) mengatakan bahwa arti al-kautsar disini selain bermakna “nikmat yang banyak” adalah nama sungai di syurga yang merupakan telaga Rasulullah .

6-      Pemberiaan Syafaat Rasulullah

Syafaat secara bahasa artinya adalah permohonan atau keinginan, secara ’urf (kebiasaan) artinya adalah memintakan kebaikan bagi orang lain, atau dikatakan bahwa syafaat jugaberarti sesuatu yang genap lawan dari tunggal, dimana seseorang meminta kepada Allah suatu kebaikan bagi seseorang lainnya.

Pada hari kiamat kelak, Rasulullah akan memberikan syafaat kepada setiap hamba yang ia kehendaki, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Kitab Aqidah Thahawiyah bahwa permohonan yang Rasulullah  ajukan kepada Rabbnya adalah agar menyegerakan pengadilan pada yaumul mahsyar (fase dimana manusia dikumpulkan di padang mahsyar, keadaanya sebagaimana kita telah sebutkan di awal) pada hari kiamat kelak, sehingga umat manusia pada saat itu berbondong-bondong datang kepada Nabi Muhammad , kemudian Nabi datang bersujud seraya memuji Allah , kemudian memohon kepada Allah agar Allah menyegerakan pengadilan terhadap mereka. Oleh Karena itu para ulama menyebutkan bahwa syafaat itu adalah doa Nabi pada hari kiamat kelak untuk  umatnya dan termasuk juga untuk manusia lainnya.

Namun pada hakikatnya syafaat itu hanya milik Allah , sebagaimana dalam firmanNya : ((Katakanlah : “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.”))[14] akan tetapi Allah memuliakan sesorang yang dipilih dan dikehendaki olehNya, untuk diizinkan memberikan syafaat dan memuliakan orang yang diberi syafaat dengan izin Allah .

7-      Syurga dan Neraka

Sampailah kita pada fase akhir perjalanan setelah hari kiamat terjadi, yaitu dua tempat besar yang menjadi persinggahan terakhir setiap manusia, tempat dimana semua penghuninya akan kekal abadi di dalamnya. Dua tempat ini bernama Syurga dan Neraka, Syurga diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman, dan Neraka diperuntukan untuk orang-orang yang tidak mengimani Allah , sebagaimana Allah berfirman : ((Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (Syurga) yang penuh kenikmatan)), ((dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka))[15]  .

Keduanya merupakan makhluk Allah yang pada hari ini sudah ada, sebagaimana disebutkan oleh Allah mengenai Syurga : ((disediakan bagi orang-orang yang bertakwa))[16] dan disebutkan oleh Allah mengenai Neraka : ((disediakan bagi orang kafir))[17] dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menjelaskan akan keberadaan kedua tempat tersebut.

Dalam penjelasan Kitab Aqidah Thahawiyah disebutkan bahwa Allah tidak memberikan ganjaran bagi seseorang kecuali terdapat sebab yang menjadikannya mendapatkan ganjaran tersebut, yaitu amalan baik, sebagaimana disebutkan : ((Dan barang siapa mengerjakan kebajikan sedang dia (dalam keadaan) beriman, maka dia tidak khawatir akan perlakuan zhalim (terhadapnya) dan tidak (pula khawatir) akan pengurangan haknya))[18] , dan begitu pula tidak memberikan hukuman bagi seseorang kecuali seseorang tersebut telah mengerjakan suatu perbuatan yang menyebabkan kemurkaan Allah , maka sesungguhnya Allah adalah pemberi, tidak menghalangi yang pantas diberi, dan menghalangi yang tidak pantas diberi.

Dan Amal Shalih (perbuatan baik) itu adalah sebab masuknya seseorang ke dalam Syurga, dan Amal Sayyiah (perbuatan buruk) itu adalah sebab masuknya seseorang ke dalam Neraka.

Ya Allah kami meminta tempat terbaik di Syurga-Mu kelak, dan jauhkan kami dari api Neraka, sesungguhnya engkau yang Maha Mendengar lagi Maha Menjawab permohonan hambanya.

Wa’llahu A’lam Bish Shawab.

Bogor, 08/02/2020
Penulis  : Bintu Haris
Sebagai : Tugas akhir semester lima pada Mata Kuliah Akidah




[1] Al- Muthafifin ayat 6.
[2] Al-Maa’arij ayat 4.
[3] Shahih Muslim dari Miqdad Radhiyallahu anhuu.
[4] Al-Mujadilah ayat 6
[5] Al-Kahfi ayat 49
[6] Shahih Bukhori dan Muslim
[7] Al-Isra ayat 13, 14.
[8] Al-Haqqah ayat 19.
[9] Al-Haqqah ayat 25.
[10] Al-A’raf ayat 8-9.
[11] Al-Qaari’ah 6-9.
[12] Diterjemahkan dari Kitab Al-Irsyad Ilaa Shahihil I’tiqod  Karangan Syeikh Sholih Fauzan, dan tambahan referensi dari Kitab Syarah Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah karangan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz.
[13] Shahih Muslim diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash.
[14] Ar-Ra’d ayat 44
[15] Al-Infithar 13-14
[16] Ali-Imran ayat 133.
[17] Al-Baqarah ayat 24.
[18] Thaha ayat 112.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar