Jumat, 18 Oktober 2019

"Kapan sih selesainya hafalanku ini...?"

Bismillah,
#Pengingat untuk diri
"Kapan sih selesainya hafalanku ini...?"

Kapan berakhir?
Hari ini targetnya satu muka,
besok satu muka lagi,
besok satu muka lagi,
seminggu dua setengah lembar.
Oke, empat juz per enam bulan.
30 juz dalam empat tahun.
Alhamdulillah, selesai.

Lelah,  ya?
Sulit, ya?
Kalau sudah selesai lalu  bagaimana?
Emang kalau sudah berakhir jadi bisa santai?
Emang kalau sudah berakhir jadi nggak perlu menghafal atau membaca-baca ulang?

Jangan "buru-buru" menyelesaikan hafalan Al Quran kalau tujuannya untuk "terbebas" darinya..
Al Quran, Hadis dan Ilmu Agama, bahkan termasuk juga beberapa ilmu dunia bukan suatu hal yang didapatkan untuk segera dilepaskan.

Sekali lagi, hafalan Al Quran bukan sesuatu yang dihafalkan untuk kemudian kita tinggalkan.

Bukan tentang merebutkan "Garis Finish" !
Bukan tentang siapa yang menduduki "Garis Finis" pertama kali.

Tapi Al Quran itu, tentang "Kamu" yang paling sering menyibukkan diri bersamanya, paling sering duduk berdua bersamanya,  paling sering mempraktekan apa yang ada didalamnya sehingga menjadi sebuah adab dan akhlak bagi diri "Kamu."

Lalu,  sampai kapan?
Sampai ruh ada di tenggorokan.
Sampai "taubat" kita sudah tidak diterima lagi oleh Allah.

Al Quran itu tentang "Siapa yang paling banyak" membacanya,  dialah yang semakin menambah pahala amalannya.

Al Quran itu tentang "Siapa yang paling sering" mengulangnya, dialah yang semakin menambah tingkat derajatnya.

Al Quran itu tentang "Siapa yang paling sering" memakainya (membacanya) dalam sholat, dialah yang semakin lancar (mutqin) hafalannya.

Jadi Menghafal Al Quran itu tidak perlu buru-buru,  tapi lebih bernilai kalau niatnya ikhlas memang untuk Allah Taala, ikhlas untuk mengumpulkan pemberat timbangan kebaikan kita di 'yaumul hisab' (hari perhitungan) kelak.

Tapi bukan berarti,  kita juga berlama-lama (alias males-malesan atau seadanya dalam menghafalnya).

Bukan berarti,  "Okay cukup Aku nggak sanggup lagi menghafalnya, capek." Eh begitu datang waktu membaca 'chat' whatsapp atau urusan dunia lainnya,  bisa tuh sampai kantung mata menghitampun.. (Ya,  Allah hindarkanlah kami dari sifat cinta dunia)

Menghafal Al Quran itu sesuatu yang sangat layak diperjuangkan,

Menghafal Al Quran itu sesuatu yang sangat layak diutamakan.

Karena hasilnya gak "ambigu atau abu-abu" alias hasilnya sangat "jelas."
Iya,  sudah jelas bahwa yang menghafal Al Quran, 
Akan memakaikan 'mahkota' bagi kedua orangtuanya kelak,
Akan diberi syafaat di hari kiamat kelak,
Akan dibela di hari kiamat kelak,
Diperlakukan spesial dibanding hamba-hamba lain juga, dan masih banyak janji Allah baginya.

Kalau sudah jelas gini "PRIZE" nya,  kok masih males-malesan aja? kok masih ngeluh "capek" ? kok masih heboh bilang "iih udahan apa.. kan pingin mengerjakan hal  yang lain"...

Astaghfirullah...

Coba diperhatikan,  yang diatas tadi baru 'hadiah' yang memang jelas terdapat dalam Al Quran dan Hadis. Lalu apa kalian lupa, bahwa akan ada 'bonus-bonus' lainnya bagi penghafal Al Quran atau bagi orang-orang yang mengutamakan akhiratnya?

Bonus dunia tentunya (walaupun ini bukan sesuatu yang menjadi tujuan ya.. Tapi biar mata kita kebuka nih! )

Bukankah janji Allah nyata ?
Bahwa "Seseorang yang mengutamakan perkara akhirat maka perkara dunia akan ikut bersamanya"

Ibaratnya mengejar dunia itu kayak kita sedang "berlari mengejar bayangan" bukannya semakin mendekat bayangan kita malah semakin menjauh dan hilang? tapi kalau kita yang menjauh darinya,  justru dia yang mengikuti. Begitu pula kalau kita meninggalkan perkara dunia,  untuk mengerjakan perkara akhirat.

Kalau yang kita kejar akhirat, sekalipun Allah tidak mentakdirkan kita menjadi "orang luar biasa" di dunia,  maka bisa jadi Allah tengah menyiapkan kita untuk menjadi "orang yang luar biasa" di akhirat.

Jadi jangan ragu-ragu lagi.. bergegaslah "Menghafal Al Quran."

Kalau tidak diniatkandidawamkan (dibiasakan), dan dimulai dari sekarang, kapan lagi?

Jangan jadikan Al Quran kebutuhan sekunder,
tapi jadikan kebutuh primer nomor satu dihidup kita.
(Seorang ulama mengatakan "kebutuhan kita terhadap Al Quran, Hadis dan ilmu agama itu bagaikan kita membutuhkan makan dan minum")

Jangan dijadikan hafalan al qurannya nomor sekian,  kalau mau mendapat hafalan yang menjanjikan.

Jangan menolak untuk menghafalnya karena "nggak punya waktu" atau "umur yang sudah tidak muda lagi" atau "aduh banyak anak saya" atau "banyak kerjaan ini"

Afwan (Maaf),    memang gak nyesel kalau nanti ketika di akhirat jadi yang paling terbelakang?
Apalagi disebabkan karena kita biasa "menyepelekan" perkara akhirat?

Ayo jangan mau dikalahkan oleh hawa nafsu diri dan syeithan.

Ingat bahwa di akhirat kelak,  syeithan akan mentertawakan kita karena sudah terjebak pada perangkapnya.

Mereka juga akan berpidato "Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” (QS 14:22)

Naudzubillah..

Wallahu A'lam Bis Shawab

-Bintu Haris
18, Oktober 2019
@naskahkehidupan
@beakhoirperson

Tidak ada komentar:

Posting Komentar